27.11.15

Istighfar Kita, Butuh Istighfar (Al-Habib ‘Ali Zainal Abidin Al-Jufri)

Habib Ali Abdurahman Al Habsyi Istighfar Kita, Butuh Istighfar (Al-Habib ‘Ali Zainal Abidin Al-Jufri) Ada sekelompok orang yang levelnya sangat istimewa, karena telah merasakan betul nikmatnya bergaul dengan Allah. Di antara mereka malah bertaubat atas ketaatan yang dilakukan. Apa maksudnya? Mereka bertaubat atas keterbatasan dirinya atau kekurang-tulusannya dalam mengerjakan ketaatan kepada Allah. Dalam hal ini, Rabi’ah al-Adawiyah pernah berkata,“Istighfar kita sesungguhnya masih membutuhkan istighfar.” Rabi’ah menguraikan lebih lanjut,”Pada saat mengucapkan ‘Astaghfirullah, astaghfirullah’, hatiku tidak tersambung kepada Allah Hal ini tidak ubahnya seperti meminta maaf kepada seseorang atas suatu kesalahan sambil tertawa,’Ha-ha-ha, maafkan aku, maafkan aku,’ dan berlalu. Itu namanya kurang ajar. Minta maaf itu artinya merasa bersalah. Jadi harus dilakukan dengan perasaan yang hancur dan penuh malu. Apakah ketika mengucap,’Aku memohon ampun dan bertaubat kepada Allah’ hati kita merasa malu? Merasa hancur di hadapan Allah? Merasakan betapa besarnya berhubungan dengan Allah?” Orang yang jujur kepada Allah selalu membaca istighfar setiap selesai beribadah. Ia merasa ibadah yang dikerjakannya masih jauh dari yang diharapkan. Itulah kenapa Rasulullah Saw bersabda,”Aku beristighfar dan bertaubat kepada Allah sebanyak tujuh puluh kali dalam sehari semalam.” Dalam riwayat lain, lebih dari tujuh puluh kali.(HR. Al-Tirmidzi no. 3259).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar